Hemat dan Menabung
Melatih untuk Mengenal
“Universitas Kehidupan”
Kebanyakan orang salah dalam
menyimpulkan hemat. Harus mencegah membeli ini dan itu, mengekang keinginan,
dan membatasi kekuasaan. Tidak. Hemat itu sesuai kebutuhan dan kemampuan. Tidak
menambah melebihkan kebutuhan di mana sebenarnya telah terpenuhi.
“Wahai Anak cucu Adam! … Makan dan minumlah,
tetapi jangan
berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang
berlebihan.”
Tidak
hanya seputar makanan, minuman, ataupun uang, tetapi semua hal harus dijaga
dari keborosan dan ketidaktepatgunaan.
Hidup hemat akan mengajari aktornya dalam memaknai hidup sahaja, susah
sebelum bahagia, harta sebagai amanat dan ujian. Hematnya kaum cerdas
bersimbiosis mutualisme antara diri sendiri dan orang lain, yaitu hemat plus
menabung. Budaya ini harus mengakar dalam semangat para pelajar terutama. Dalam
memperlakukan uang saku, misalnya, kita sebenarnya punya kesempatan
terselubung.
Artinya, memang ada tantangan di
balik perlakuan pelajar terhadap uang sakunya. Contoh, 2012 ini warnet (warung
internet) makin penuh dengan pelajar. Fatal jika berusaha menyisakan uang saku
demi dunia maya, dunia tak nyata. Untuk komunikasilah manfaat internet. Bukan
sebagai media curhat cinta monyet. Bermain game sekedar ada waktu saja, jangan
melupakan kewajiban apalagi sampai kecanduan. Hal tersebut menjadi salah satu
penggugur minat menabung. Jika benar butuh manfaatnya, gunakanlah
sebaik-baiknya. Tergerakkah hati kita untuk menjadi pemenang dalam tantangan
ini? Seorang pecundang menganggap tantangan sebagai alasan kegagalannya.
Memang tidak mudah menang bersaing
dengan nafsu. Apalagi sekarang kecanggihan teknologi dan medianya diperluas
membuat banyak pelajar lupa siapa mereka. Handphone, PS (Play Station), hingga
pakaian dan sepatu tidak mau tertinggal trend. Swalayan-swalayan megah
didirikan di mana-mana menjadikan banyak orang sebagai pecundang. Kasihan para
korban mode. Hidupnya hanya untuk mengejar mode yang tak ada henti-hentinya.
Pamer dan segala macamnya adalah kehinaan bagi seseorang. Yang penting sopan,
menutup aurat, dan hemat itulah kehormatan. Sesuai kebutuhan dan kemampuan.
Dibilang miskin, tidak apa-apa. Ingin dipuji? Kita tidak bisa hidup dengan
pujian dan pandangan orang lain terus-menerus. Ini termasuk tantangan
memperlakukan uang saku. Bagaimana? Sanggup? Kesempatan ini hanya ditemukan
oleh orang yang optimis. Coba terus coba!
Banyak tantangan uang saku bagi
kita dalam kesempatan ini. Maksud kesempatan terselubung adalah merasakan
manfaat menabung uang saku.
Manfaat
terbesarnya masa depan yang terbungkus kado dengan animasi mimpi kita. Menabung
menciptakan mental dan nurani besar, menjadikan pribadi berbudaya positif.
Hidup mandiri dengan hemat dan menabung, pandai memilah kebutuhan, sederhana
berjiwa bijaksana, dan tak terhitung macamnya. Pola berpikir luas dalam
menghadapi liku kehidupan dengan kompas (tak mudah tersesat), dan hadiah lain
menanti di dewasa dan waktu yang akan datang. Dari usaha yang kecil namun
diperjuangkan, besar akibatnya.
Bagi pelajar cerdas, urusan uang
saku bukan diterjemahkan sebagai uang jajan maupun alat bayar di dunia maya
atau toko yang harus dihabiskan. Melainkan, merupakan amanat orang tua sebagai
haknya. Berangkat dari sini, dia akan
mengolahnya sebagaimana kekuasaan terhadap haknya penuh. Menabungnya setiap
hari dengan suka duka. Kemudian menukarnya di toko buku dengan wawasan,
mengambilnya beberapa untuk kaleng infak, dan untuk menemukan keinginan lainnya
tanpa membebani orang tua. Di situlah kita membalas budi orang lain. Tak
sia-sia untuk hal-hal mutualisme, kan? Latihan menabung bisa menciptakan
akhlak. Berkelanjutan dan muncul rasa ingin selalu menyempatkan menabung walau
lima ratus rupiah saja. Hal tersebut menjadi kepribadian terpuji bagi pelajar
di awal membudayakannya.
Tidak ada yang cepat saji di bumi
dalam mengawali kebaikan dan perbaikan. Sama halnya orang tua yang mulai
membiasakan putra-putrinya menabung di jenjang pertumbuhan. Bahkan bagi yang
terlanjur pemboros minus menabung, perbaikan butuh adaptasi dua kali lipat.
Pendukungnya adalah dari kemauan untuk berubah. Terkadang iming-iming dapat
membatalkan janji seseorang. Keinginan menabung sudah ada, peluang tersedia,
tetapi banyak yang patah semangat tengah menghadapi tantangan yang ada di
depannya. Prinsip pelajar bukan janji. Bukti bahwa kita mampu. Di mana
seseorang akan membuktikannya setelah berhasil melewati ujian. Melihat teman,
saudara tanpa merasa bersalah selalu menengadahkan tangan ke orang tua ingin
membeli pulsa, jajan, HP, tas mahal, busana Ayu Ting Ting, misalnya. Mungkin
ada sepintas godaan dan tekanan yang kita rasakan. Tetapi, dari mana lagi
menabung bila bukan dari hemat uang saku dahulu? Ini adalah pembesaran mental
dan nurani. Ada waktunya berduka selama menabung dan bersuka di akhir episod.
Ketergantungan terhadap orang lain disebabkan tidak memiliki cadangan uang
alias tabungan. Manfaat menabung, tabungan bisa berperan figuran untuk
menemukan keinginan saat orang tua tidak ada. Tentu keinginan yang sesuai
kebutuhan dan kemampuan.
Globalisasi menjadi penyebab
tertinggi gentingnya minat menabung, bahkan budaya hemat. Pelajar adalah
generasi bangsa yang tidak boleh melupakan budaya positif hemat dan menabung.
Masa depan yang bagaimana lagi selain sukses?
Jika
masih saja boros, negara akan kehilangan peran generasinya untuk memajukan
negara berkembang ini. Negara akan semakin miskin dan bodoh. Jika tidak ada
minat menabung juga, obat apa lagi bagi negara dan masa depan kita? Jadi, mulai
sekarang marilah berancang-ancang. Risiko berikutnya harus benar-benar kita
perhitungkan secara tepat. Para pelajar harus dicerahkan. Mulai dari benih
kecil yang disemai demi pertumbuhan dan perkembangan minat menabung pelajar
Indonesia.
Berikut usaha agar pelajar menjadi
tertarik kepada kegiatan menabung.
○ Anak dibelikan media menabung
yang unik.
Misalnya tabungan ayam, babi,
gajah, mobil-mobilan, dll. Biasanya orang tua membelikannya saat anak masih di
taman kanak-kanak. Melihat tabungan yang unik, anak akan tertarik untuk
mengisinya dan merasa senang bila
berhasil memenuhi tabungannya.
○ Anak diberi uang bulanan sebagai
jatah mutlak satu bulan.
Selain diarahkan membudayakan
menabung, anak diberi jatah bulanan mencakup uang jajan, pulsa, dsb. dengan
ketetapan mutlak. Upaya ini dapat dilakukan saat anak akan masuk SMP (Sekolah
Menengah Pertama). Hal tersebut melatih daya nalar bagaimana cara agar jatah
bulanannya cukup untuk satu bulan, bahkan lebih. Jika telah habis tengah bulan,
risiko yang akan memberi pengajaran pada anak. Dua-tiga bulan kemudian, anak
akan bisa mencantumkan kesimpulan sendiri untuk berusaha menabung.
○ Dibelikan dompet atau laci
pribadi.
Jika melihat isi dompet masih
banyak anak tidak khawatir. Namun, sedih dan khawatir jika melihat isi
dompetnya sedikit. Jadi, spontan akan menjaga isi dompetnya agar selalu banyak.
Punya laci atau dompet bisa merasakan bagaimana ia menyimpan uang pribadi.
Tetapi, hemat bukan mencegah untuk dermawan, ya.
○ Sekolah atau
TPQ menyediakan buku tabungan untuk
acara perpisahan murid atau santriwan/ santriwati.
Hal ini diupayakan dari pertama masuk sekolah atau TPQ
(Taman Pendidikan Al-Quran). Para pelajar akan berkeinginan mencapai target
tertinggi di kolom tabungan. Walau sebagian dari orang tua, setidaknya ikut
berusaha menabung. Hebat sekali jika setiap menabung menggunakan sisa uang saku
sendiri. Bisa berlanjut seribu rupiah permasuk sekolah atau TPQ.
Keempat usaha di atas bisa
diterapkan di lingkungan keluarga maupun lembaga pendidikan. Dengan demikian,
harapan pencerahan terhadap para pelajar dalam minat menabung bisa mendapat
respon. Juga dengan memberi masukan mengenai hidup hemat. Masa depan akan
sebesar dan seindah kerja keras kita dari sekarang.
Sumber: Amilatul F.